Langsung ke konten utama

sejarah reklaiming pt cipicung, pasawahan, ciamis


               
SEJARAH REKLAIMING TANAH EKS-PERKEBUNAN CIPICUNG PASAWAHAN, CIAMIS SELATAN


Dalam hirearkhi struktur sosial Indonesia, sebagian besar petani berada di lapisan paling bawah. Krisisnya sumber daya (manusia maupun alam)sangat mempengaruhi kondisi sosial dan ekonomi petani hingga mereka menempati struktur terendah.
                Tanah dan informasi (pendidikan) adalah hal terpenting yang harus dikuasai oleh petani. Terutama tanah adalah aset dan alat yang dibutuhkan untuk berproduksi. Tanpa adnya hak atas tanah petani tidak mempunyai alat yang dapat digunakan untuk menaikkan stratanya.
                Namun kenyatannya, krisis sumber daya mengakibatkan petani mudah dimanfaatkan secara tidak mereka sadari. Mereka mudah dijadikan obyek pembodohan untuk menerima situasi yang diciptakan untuk mengambil hak-hak mereka. Seperti pembagian atu penguasaan atas tanah yang timpang.
                Bukan menjadi sesuatu yang asingdi mata dan telinga, bahwa  di indonesia satu pengusaha dapat menguasai beratus-ratus bahkan berjuta-juta hektar untuk usahanya, sedangkan masih banyak petani yang hanya mempunyai beberapa bata atau yang sangat parah, tak punya tanah sama sekali. Padahal sila ke lima dasar negara menyebutkan dengan jelas, bahwa keadilan sosial diperuntukkan kepada seluruh rakyat. Realitanya, masih banyak penguasaan-penguasaan tanah seperti model di atas. Sebagian besar, tanah tersebut telah menjadi sengketa karena munculnya individu-individu maupun kelompok yang menginginkan keadilan. Seperti sengketa tanah perkebunan cipicung di desa Pasawahan (2002)
                Sejarah cipicung
                Cipicung merupakam perkebunan alih tangandari penjajah pada tahun 1945 yang disewa oleh Eman Dolar. Kemudian diwariskan kepada putranya, Uson pada tahun 1960-an. Perkebunan karet tersebut mempunyai luas 170 ha. Masyarakat sekitar eks-perkebunan hanya menjadi buruh sadap dengan gaji hasil persentase hasil sadapan. Kebanyakan buruh tersebut berasal dari luar daerah pasawahan.
                Pada tahun 1993 Hak Guna Usaha (HGU) perkebuan Cipicung telah habis. Namun perkebunan tersebut masih beroperasi tanpa membayar pajak ke pemerintah. Hingga tahun 2002 masyarakat mulai curiga, karena perkebunan tersebut seperti diterlantarkan. Banyak semak belukar yang tumbuh serta di dalamnya, bukan tanaman karet tapi tanaman lain seperti cengkeh, alba, dll.
                Sejak saat itu masyarakat mulai curiga dan mencari tahu kebenaran status tanah tersebut. Tiga tokoh masyarakat pasawahan, yaitu pak oyon, pak saud, dan pak wawan datang ke sekretariat SPP di Margaharja, Ciamis, untuk meminta bantuan agar mengecak status HGU perkebunan Cipicung. Setelah dicek ternyata benar, bahwa HGU tanah di perkebunan tersebut telah habis.
                Maka dari itu, masyarakat Pasawahan berembug mengenai Lahan Cipicung tersebut. Setelah berembug diketahui, bahwa masyarakt sendiri membutuhkan tanah untuk berproduksi. Maka diputuskan untuk mengajukan permohonan untuk menggarap tanah tersebut. Dua bulan tidak dijawab, para petergabung dalam SPP itu kembali mengajukan permohonan ke tingkat kabupaten. Permohonan itu lagi-lagi tidak dijawab.
                Untuk membuktikan kesungguhannya, para petani melakukan aksi reklaiming dengan menebangi pohon-pohon di perkebunan tersebut. Tentu saja pihak perkebunan tidak menerima aksi tersebut dengan gamblang. Mereka mencari cara menakuti petani-petani dengan menyewa preman. Namun kenyataannya para petani tidak gentar, mereka yakin bahwa suatu saat nanti tanah tersebut akan jatuh ke tangan masyarakat Pasawahan.
                Setelah itu, para petani membagi-bagikan tanah tersebut   untuk para penggarap. Awalnya 100 petani, setiap orang mendapat jatah ¼ hektar. Saat mengukur luas lahan untuk dibagikan, kapolsek dan pemilik perkebunan datang dengan niat menahan para petani untuk membagi lahan tersebut. Para petani telah mengetahui bahwa tanah tersebut telah cacat secara hukum, jadi dengan mudah para petani mematahkan perkataan mereka dengan argumen-argumennya.
                Para petani juga berusaha mengumpulkan informasi mengenai perkebunan melalui para buruh yang bekerja di sana. Seperti  menyelipkan pertanyaan-pertanyaan secara tersirat  untuk diteruskan ke pemilik perkebunan.
“terkadang kami harus bermain kucing-kucingan dengan mereka (pihak perkebunan), misalnya saat mereka menebang karet, kami memotretnya sembunyi-sembunyi. Kemudian memperliha tkan bahwa yang merusak perkebunan bukankah masyarakat, melainkan perusahaan itu sendiri.” Tutur Bah Sunarya, ia adalah salah satu tokoh sejarah reklaiming tanah cipicung. Sampai sekarang ia masih aktif dalam organisasi SPP.
                Sore itu Bah Sunarya bercarita kepada penulis bagaimana kala itu pihak perkebunan memanggil dirinya dan memberrikan sejumlah uang agar ia berhenti melakukan  aksinya. Namun uang itu ia tolak. Sadar bahwa dengan  menerima uang tersebut ia bisa diperalat oleh  pihak perkebunan.
                Pihak perkebunan yang mula-mulanya keukeuh mempertahankan  tanahnya perlahan-lahan mulai menciut dan melepaskannya. Tidak ada penyerahan secara langsung dari pihak perkebunan maupun pemerintah. Namun dalam ceritanya, Pak Saud(68) menjelaskan bagaimana senangnya ia karena tahun demi tahun muncul penjelasan undang-undag tentang tanah seperti UUPA tahun 60, keppres 2004 dan kemudian turun PP nu 10-11, menjadikan petani merasa lebih diperhatikan atau dibenarkan dalam aksi reklaimingnya.
                Setelah menguasai tanah tersebut, para petani menggarap t anah tersebut dengan menanam padi, pisang, kopi, dll. Dan sisa lahan digunakan untuk pemukiman penduduk. Lalu muncullah gagasan dari para petani untuk mendirikan sekolah. Selama ini mereka berjuang habis-habisan untuk mendapatkan akses tanah. Set elah mereka tua nanti siapa yang akan meneruskan perjuangan mereka ? denga n tekad serta bantuan dari organisasi SPP, akhirnya cita-cita petani tercapai dengan berdirinya sekolah SMP-SMK Plus Pasawahan di sebagian lahan tersebut. Sekolah yang dengan sengaja didirikan untuk menghasilkan kader-kader    petani yang peduli terhadap  masalah-masalah pertanian dan peduli terhadap lingkungan sekitarnya serta mampu menciptakan perubahan bangsa menuju kemakmuran.
                Ada perubahan(baik sosial maupun ekonomi) yang signifikan pada kondisi masyarakat dari hasil garapan di lahan tersebut. Dari mereka yang hidupnya pas-pasan, sekarang ada yang sudah naik haji, membeli motor, mobil, dan menyekolahkan anaknya hingga jenjang kuliah. (Siti N)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rangkuman Buku DASAR-DASAR EVALUASI PENDIDIKAN edisi 2 Prof. Dr. Suharsimi Arikunto BAB I- IV

BAB I PENDAHULUAN 1.       Pengertian Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi Evaluasi, Pengukuran, dan Penilaian merupakan tiga istilah yang berbeda meski sering diartikan sama tergantung saat penggunaannya. a.        Mengukur (measurement) adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif. Ukuran sendiri mempunyai dua macam, yakni ukuran yang terstandar (seperti meter, kilogram, dsb. ) dan ukuran tidak terstandar (depa, jengkal, langkah, dsb.) b.        Menilai (evaluation) adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif. Penilaian dilakukan setelah mengukur. c.        Evaluasi meliputi dua langkah di atas, yakni mengukur dan menilai. 2.       Penilaian Pendidikan Evaluasi adalahh proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal ...

naskah drama kelas XI smk pasawahan oleh nurdhianti

w   Ringkasan Cerita : Permasalahan di dunia pendidikan seringkali terjadi tanpa kita sadari, atau mungkin kita menyadarinya namun kita ( pendidik maupun yang dididik) tidak mampu  mengendalikannya. Dimulai dari hal-hal kecil seperti peraturan yang tidak sesuai dengan siswa, hubungan antar murid dengan teman sebaya, murid dengan guru, maupun guru dengan murid. Sekolah adalah tempat untuk mengembangkan karakter murid, karena sekolah adalah  rumah kedua setelah rumah orang tua. Enam hari dalam seminggu, kita selalu berada di lingkungan sekolah. Berinteraksi dengan teman sekelas, dengan guru yang mengajar adalah makanan sehari-hari untuk menentukan bagaimana cara kita menghadapi orang lain, entah itu yang tua, ataupun sepantaran. Sekolah bisa diumpamakan dengan laboratorium hidup tempat melakukan berbagai eksperimen kehidupan. Banyak masalah-masalah yang cara menyikapinya adalah embrio dari karakter kita.  Drama ini mengisahkan tentang berbagai permasalahan umum yang t...

RESENSI BUKU “SEJARAH TIMUR TENGAH (ASIA BARAT DAYA)”

Oleh Siti Nurdianti Judul Buku                : Sejarah Timur Tengah  (Asia Barat Daya) Penulis                        : Yusliani Noor Penerbit                      : Ombak Kota Terbit                : Yogyakarta Tahun Terbit             : 2014 Tebal                          :xii+437 halaman Harga                         : Rp....