Pada kawan yang masih tersisa
Dari politik konspirasi
Selintas kisah di malam Simpang Dago
Dari relung Simpang Dago para moyang das bujang.
menyedot susu strawberry ! tanpa ragu menuju pulang... Hilang di pintu mallboro dan Star Mild serta sabun Lux, lalu selangkangan gedung Mc. Donald's mengemih nafas anak bawang dari suatu generasi yang terus berpeluh pada arus globalisasi. Tetapi di sisi lain, kawanku Kesatria Pembela tanah Air, terus berdendang tanpa ragu, berbicara mengenai transisi demokrasi "Rakyat Pasti Menang!" sambil mulutnya mengunyah indomie rebus, tangan kanannya mengepalkan emosi dan tangan kirinya memegang amplop, luluh tak berdaya, lalu matanya menatap jauh ke arahku sambil menuding "kau komunis! kau telah ditipu oleh petualang! Jangan bodoh! Jadilah seniman sejati!"
Pada kawan yang masih tersisa dari politik konspirasi orba, aku menyebutkan ilustrasi di atas adalah salah satu pengalaman pahit dari sebuah keyakinan atas perjanjian lama pada dunia pergerakan untuk pembebasan ! sebut saja Sigmun Freud mengatakannya. Hal ini disebutkan si Zophrenia, sebab dua bahasa yang muncul-dimunculkan secra hiperbola! Reformasi pada permukaanku di sebutkan bahwa harus ada perubahan politik dan ekonomi kerakyatan, sedang lidahnya menjulur meyakinkanku dan tubuhnya tampak bergestur, bagaikan tamtama yang siap bertempur. Sedangkan mulutnya bau alkohol, lalu di sakunya HP berdering mengisyaratkan pertemuan di lain tempat.
Aku masih meyakini kekuatanku dari tusukan khianat kawan! walau pengawasan feodalisme berbentuk lain terus begitu kuat pada Baliho dan spanduk Produk kapitalisme, tetapi revolusi subuh masih dilakukan oleh ibu-ibu dan bapaknya ke pasar Simpang, bersemangat ,mendorong roda. memikul sayur-sayuran dan rempah-rempah. percikan bermartabat itu membuat aku terus menatap jauh ke langit timur yang membawa matahari ke arah pergolakan jiwayang di buru kerinduan pada kebebasan manusia yang bermartabat.
jadi pada kawan yang masih tersisa dari politik konspirasi orba, aku menyebutkannya dari kesaksian malam ini, tiada lain: setajam peluru berlapis baja menembus dada. Wiji Tukul mengatakan: Lawan !"
Simpang Dago,
18 juni 2002
Gerbong Bawah Tanah.
RAHMAT JABARIL
Komentar
Posting Komentar