Judul buku :
Taira No Masakado, Kisah tentang Cinta, Darah, & Air Mata
Nama penulis :
Eiji Yoshikawa
Buku ini
menceritakan seorang tokoh masa lalu bernama Taira No Masakado yang hidup pada
abad ke 10, ketika Jepang Timur masih dianggap primitiif.
Cerita ini bermula ketika Soma no Kojiro (nama kecil
Masakado) seorang anak laki-laki berusia 14 tahun yang telah ditinggal mati
oleh ayahnya, Yoshimochi yang merupakan seorang penguasa tanah di wilayah Toyoda
di Shimosa dataran Bando. Semenjak kematian ayahnya, Kojiro seluruh harta benda
dan warisannya dititipkan kepada ketiga pamannya agar dikelola dan diserahkan
kembali hingga Kojiro dewasa nanti. Namun malangnya, justru ketiga pamannya itu
justru memanfaatkan harta titipan itu untuk memperkaya diri mereka dan
menganggap warisan itu milik mereka.
Tidak cukup dengan merampas harta warisan titipan ayah
Kojiro, ketiga paman itu justru berusaha melenyapkan Kojiro dengan mengirimnya
ke ibukota tanpa pengawal hingga menjadi pelayan selama belasan tahun di rumah
Menteri Sayap Kanan Tadahira. Di ibukota, ia bertemu dengan kedua saudara
sepupu dari paman tertuanya, Sadamori yang telah bekerja di ibukota dan
sebenarnya ialah yang diberi tugas untuk melenyapkan Kojiro selama di ibukota
serta adiknya, Shigemori yang juga menjaga jarak dengan Kojiro setelah
dipengaruhi kakaknya.
Pertama kali datang ke ibukota Soma No Kojiro yang berasal
dari desa terkagum-kagum dengan keadaan yang dianggapnya sebagai “masyarakat
yang agung”. Oleh karena itu ia selalu bersikap sebagai orang yang ingin
belajar, bahkan ia selalu berusaha menyempatkan diri untuk belajar disela-sela
kesibukannya menjadi pelayan.
Di kota ia bertemu dan berteman dengan para pemberontak
besar seperti Sumitomo dan Yasaka No Fujito yang disegani di kalangan
bangsawan. Kojiro selalu menganggap pembicaraan-pembicaraan mereka tentang
keadaan sosial yang kacau balau di klan
Fujiawara yang berkuasa saat ini sangat intelek, sehingga Kojiro sangat kagum
kepada mereka. Akhirnya ia terlibat perjanjian dengan Sumitomo di gunung Hiei
tentang rencana besar untuk membuat tatanan negeri yang baru. Meski perjanjian
itu diucapkan saat mabuk dan Kojiro menganggapnya sebagai angin lalu, namun
akhirnya janji itu benar-benar ditagih suatu hari kelak.
Setelah tiga belas tahun Kojiro berada di ibukota, ia
memutuskan untuk pulang kampung ke desa Toyoda di Shimosa dan menggunakan nama
Masakado. Sesampainya di rumah yang ia tinggali dulu, hanya ada adik-adiknya
dan beberapa pelayan. Kuda-kuda dan kekayaan yang dulu melimpah ruah sudah
tidak dirampas oleh ketiga pamannya. Akhirnya
ia tidak bisa tinggal diam dan berusaha mendatangi pamannya satu-persatu
untuk diajak berbicara dan meminta tanah-tanah warisannya kembali. Namun sayang,
ia justru dihajar oleh para pelayan pamannya dan dibuang ke jurang.
Nasib baik masih berpihak padanya, ia ditolong oleh
perempuan simpanan pamannya dan berhasil ke rumah Pak Tua dari Noshimo, seorang
pembuat baju zirah yang dulu pernah ditolong oleh ayah Masakado. Selama
beberapa hari Masakado dirawat oleh keluarga pembuat baju zirah itu dan saling
jatuh cinta dengan Kikyo, anak gadis di keluarga itu. Kikyo sangat cantik dan
diperebutkan oleh kedua anak dari klan Hitachi Genji, musuhnya. Namun orang tua
Kikyo mempercayakan Kikyo kepada Masakado dan memintanya untuk menculiknya
secara diam-diam. Karena itu satu-satunya jalan terbaik.
Setelah berunding dengan adik-adiknya dan bersepakat,
Masakado pun menculik Kikyo dan bekerjasama dengan orang tuanya. Lalu Kikyo dan Masakado hidup dengan bahagia
dan dikaruniai seorang anak laki-laki yang lucu. Masakado juga mulai
mengembalikan kekayaan ayahnya dengan bekerja keras. Bagi Masakado hidupnya
sudah sangat sempurna. Ia sangat mencintai istri dan anaknya.
Di lain pihak, Sadamori yang telah naik pangkat menjadi
Inspektur Bagian Urusan Kuda Sayap Kanan datang mengunjungi ayahnya di desa dan
mengundang paman-paman lainnya dan Minamoto no Mamoru untuk merayakan pesta
kenaikan pangkat di kediamannya. Di dalam pesta itu, mereka merencanakan untuk
melenyapkan Masakado dengan dalih karena merebut Kikyo dari kedua anak Minamoto
no Mamoru.
Mereka kemudian merencanakan penyergapan melalui acara
peringatan kematian ayah masakado, tanpa curiga apapun Masakado yang sebelumnya
telah dibujuk oleh istrinya untuk jangan menghadiri undangan tersebut tetap
menghadirinya. Padahal, acara peringatan itu palsu dan hanya tipuan untuk
menyergap Masakado. Pertempuran pun tak terhindarkan.
Bermula dari pertempuran itu, pertempuran demi pertempuran
lain terjadi satu demi satu dan mengantarkan Masakado dicap menjadi sosok yang
sangat kasar dan beringas. Hingga pada suatu pertempuran dengan salah satu
pamannya yang bernama Yoshikane, Kikyo dan Anaknya tewas bunuh diri di atas
danau karena sudah diketahui keberadaannya oleh musuh.
Kejadian itu sangat mengguncang batin Masakado, sehingga
sikap dan caranya memandang dunia menjadi berubah seketika. Kebenciannya dengan
musuh semakin menjadi-jadi.
Kedua pamannya mati satu persatu dan menyisakan satu lagi
pamannya yang bernama Yoshikane dan Sadamori. Yoshikane yang merasa ditinggal
sendirian oleh Sadamori yang tidak mau maju ke depan medan perang mulai gelisah dan sakit-sakitan. Sadamori
menggunakan taktik lain dalam mengahadapi Masakado, ia berusaha mengadu
kelakuan Masakado yang telah dianggapnya buas ke pihak Istana dan membuatnya
menjadi daftar pemberontak yang harus dibasmi.
Sadamori tidak hanya berhenti sampai di situ, ia yang menganggap pemerintah tidak
sungguh-sungguh dengan penangkapan Masakado, berusaha menghimpun kekuatan
dengan menghasut orang-orang yang potensial untuk mengalahkan Masakado termasuk
Tamenori, anak dari kakak iparnya yang menjadi penguasa di Hitachi. Mereka
berhasil berperang namun akhirnya pihak Masakado yang memenangkan peperangan
ini karena mempuanyai prajurit yang sangat kuat.
Usaha terakhir yang dilakukan Sadamori adalah membujuk
Fujiwara no Hidesato, seorang pemimpin klan penguasa daerah turun-temurun di
Bando. Dengan dalih demi keadilan dan istana, ditambah kemampuan berbicara
Sadamori yang sangat lihai, ia setuju untuk menyerang Masakado.
Akhirnya Masakado tewas di pertempuran tersebut. Di usianya
yang baru tiga puluh delapan tahun.
Komentar
Posting Komentar