Apa kau pernah punya perasaan semacam ini:
kau sangat dekat dengan seseorang bahkan sedekat urat nadi. Ke manapun ia pergi
kau ingin mengikutinya. Saling berbagi duka dan suka. Ia selalu ada untukmu.
Saat kau lelah, saat kau sedih, saat kau senang. Saat kau butuh ataupun tidak.
Ia selalu ada. Kapanpun. Di manapun. Memberikan apapun yang ia punya untukmu.
Hingga kau merasa ia milikmu seutuhnya. Ia mencintaimu. Pasti. Banyak sekali
kata yang diungkapkan untuk menggambarkan suasana romantis ini. Seperti kasih sepanjang
masa yang tak pernah padam. Kau percaya itu. Dan kau yakin, ia tidak akan
meninggalkanmu. Sedetik pun.
Tapi kau? Apa yang kau lakukan? Justru pergi
berpetualang ke sana ke mari mencari kepuasan dirimu. Kau tidak pernah lupa.
Kau selalu berusaha ada. Kau juga mencintainya. Tapi kau meninggalkannya, untuk
alasan masa depan yang belum tentu ada. Dan kau selalu punya kalimat pembela
dari hatimu : Tuhan meminta kita untuk
berpetualang. Masa depan adalah harapan. Seperti kita percaya setelah malam ini
kita tertidur dan bangun lagi esok hari. Memang tidak akan ada yang menjamin.
Lalu kau berusaha menjalin mimpi-mimpi. Tidak, kau tidak sendirian
membangunnya. Kau selalu membagi mimpimu dengannya. Dan kau punya alasan di
atas segalanya : ia!
Lalu tiba-tiba ada sosok baru yang hadir. Sosok
yang hadir dengan alasan demi kau. Bah! Sosok itu selalu menemaninya, di setiap
detiknya. Sosok yang kemudian entah bagaimana kisahnya mampu ia curahkan
perhatian sepenuhnya.
Kau mulai hilang di matanya. Perlahan. Hingga
kau tidak begitu mengenalinya. Waktu yang dulu sepenuhnya untuk mu, kemudian
berubah. Suaranya hanya bisa kau dengar dari balik kamar. Lalu kau mengerti.
Kau hanya sisa. Apa kau telah menyakitinya? Entah, kau pun juga bertanya-tanya
dalam hati. Ia seperti lupa dengan apa yang diucapkannya. Ah, kau. Hanya
menitikkan air mata diam-diam yang bisa kau lakukan. Mimpi yang telah kau
bangun hancur berserakan. Kau tidak akan pernah bisa membencinya. Karena ia
adalah mimpimu. Harapanmu.
Dan kamu mau tahu salah satu hal yang paling
menyakitan itu apa? Ketika ingin bercerita dan menjelaskan sudut pandang kita
untuk sekedar meminta kita dipahami oleh orang yang kita percaya, kemudian
muncul jarak tanpa jembatan. Tanpa ada kesempatan didengar. Tanpa ada
kesempatan untuk bertanya kenapa. Kita hanya bisa diam-diam menebak. Diam-diam
berharap. Kita telah kehilangan.
mantap by azizah
BalasHapus